Beranda | Artikel
Disunnahkannya Mudaroh dan Meninggalkan Mudahanah
Jumat, 2 November 2018

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Disunnahkannya Mudaroh dan Meninggalkan Mudahanah merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. dalam pembahasan Kitab Raudhatul Uqala wa Nuzhatul Fudhala (tamannya orang-orang yang berakal dan tamasyanya orang-orang yang mempunyai keutamaan) karya Abu Hatim Muhammad ibnu Hibban al Busty rahimahullah. Kajian ini disampaikan pada 8 Shafar 1440 H / 17 Oktober 2018 M.

Download mp3 kajian sebelumnya: Mudah Bergaul dengan Pergaulan Yang Baik

Kajian Tentang Disunnahkannya Mudaroh dan Meninggalkan Mudahanah – Kitab Raudhatul Uqala wa Nuzhatul Fudhala

Mudaroh berarti sedikit mengorbankan dunia kita untuk mendapatkan maslahat dunia dan akhirat. Sedangkan Mudahanan berarti mengorbankan agama kita demi untuk mendapatkan dunia. Dimana seseorang menjadikan aqidah dia sebagai barang gadaian. Akhirnya demi untuk mendapatkan dunia, dia rela untuk mengorbankan agamanya tersebut. Tentu ini adalah sifat yang sangat tercela. Bagi seorang mukmin, iman, agama adalah segala-galanya. Seorang mukmin sadar bahwa ia adalah hamba Allah dan pasti akan kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Maka keselamatan hanya dengan mengikuti perintah-perintah Allah dan larangan-laranganNya.

Kewajiban orang yang berakal adalah berusaha untuk bermudaroh didalam pergaulan bersama manusia. Misalnya kita bermudaroh kepada orang-orang yang dzalim yang kita khawatirkan dan kita takutkan akan mudzaratnya sehingga kita harus tersenyum kepadanya. Para ulama mengatakan bahwa seperti demikian boleh.

Sebagaimana dipraktekkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa ada orang yang meminta izin untuk masuk dan bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diberitahu, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat dari kejauhan dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu orangnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bekata,

Sungguh dia itu seburuk-buruknya teman bergaul.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersilahkan untuk menghadapi. Ketika orang itu duduk dihadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersenyum kepadanya dan memperlihatkan wajah yang berseri-seri.

Setelah orang itu pergi, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Hai Rasulullah, ketika engkau melihat dia, engkau mengatakan bahwa dia seburuk-buruknya teman bergaul. Tapi setelah orang itu berada dihadapan engaku, engkau tersenyum kepadanya. Apa ini ya Rasulullah?”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يا عائشة إن من شر الناس من تركه الناس، أو ودعه الناس اتقاء فحشه

Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya manusia yang paling buruk itu adalah orang yang ditinggalkan oleh manusia akibat takut akan keburukannya.” Lihat Silsilah Hadits Shahihah (1049)

Hal ini menunjukkan bolehnya bersifat mudaroh. Kalau itu kepada orang fasik, maka kepada orang yang beriman lebih lagi. Mudaroh adalah sifat orang-orang yang berjiwa besar. Tujuannya untuk mendapatkan maslahat yang lebih besar dan menghindari mudharat.

Siapa yang bergaul dengan manusia, dimana dia mengotori dirinya sendiri dengan akhlak yang tidak baik, maka orang yang seperti ini mengotori hidupnya dan menjadikan manusia menjadi kurang mencintainya. Manusia akan menyukai kita kalau kita berusaha untuk membantu perkara-perkara mereka. Dan kepada orang-orang yang shalih, hal ini lebih layak untuk kita lakukan.

Adapun kepada orang yang berbuat dosa dan fasik, kita harus melihatnya. Mana yang lebih maslahat untuk dia. Jika dengan kita tersenyum membuat dia mau menerima dakwah, maka tidak masalah. Tapi kalau yang lebih maslahat adalah dengan bersikap tegas kepadanya, tentu kita harus mengambil yang lebih banyak maslahatnya.

Kewajiban orang yang berakal adalah berusaha untuk menyebarkan salam kepada keumuman manusia. Salam bisa menghilangkan kedengkian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا ، وَلَا تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا ، أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أَفْشُوْا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ

Tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai ? Sebarkanlah salam di antara kalian” (HR. Muslim)

Simak Penjelasan Lengkap dan Download Kajian Tentang Disunnahkannya Mudaroh dan Meninggalkan Mudahanah – Kitab Raudhatul Uqala wa Nuzhatul Fudhala


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/45040-disunnahkannya-mudaroh-dan-meninggalkan-mudahanah/